
Di palungan yang dingin, tubuh mungil Yesus terbaring. Ia belum menangis darah di Getsemani, belum memikul salib di Golgota, namun sejak Ia lahir, jalan penderitaan telah dipilih-Nya. Ia datang bukan dengan kekuatan dunia, melainkan dengan kelembutan yang menyentuh luka terdalam manusia. Dalam tubuh kecil itu, tersimpan seluruh rencana penebusan. Ia adalah Passio yang belum mekar, benih penderitaan yang ditanam dalam keheningan dan kasih.
Sebagai seorang suster muda saya merefleksikan bahwa panggilan hidup bakti bukanlah tentang karya besar yang gemilang, melainkan tentang kesediaan untuk hadir dalam kelemahan, mencintai dalam diam, dan menderita tanpa sorotan. Di sinilah saya belajar menghayati spiritualitas Manete in Me, tinggal dalam Dia, meski hati terasa kosong, meski pelayanan terasa sulit.
Yesus kecil mengajari saya bahwa penderitaan tidak selalu hadir dalam bentuk darah dan salib. Kadang menyapa dalam penolakan yang halus, dalam ketidakadilan yang tidak terlihat, dalam kesetiaan yang tidak dipuji. Ia lahir di kandang karena “tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” (Luk 2:7)—sebuah penolakan lembut yang mencerminkan dunia yang belum siap menyambut Sang Penyelamat. Ia diburu oleh Herodes, menjadi pengungsi kecil bersama Maria dan Yusuf (Mat 2:13–16), menanggung ketakutan dan ketidakpastian sejak usia dini. Ia hidup dalam kemiskinan dan ketersembunyian di Nazaret, belajar taat dalam hari-hari sepi (Luk 2:51). Ia adalah Anak Allah yang tidak dikenal, hidup dalam masa tersembunyi selama bertahun-tahun (Yoh 1:10–11) sebuah penderitaan karena menunggu waktu yang tepat untuk menyatakan diri.
Semua ini adalah bentuk passio yang lembut, namun nyata. Ia belum berdarah, belum disalib, namun luka-Nya sudah mulai merintih. Ia tinggal dalam luka dunia sejak awal, dan dari sanalah Ia mengundang saya untuk tinggal bersama-Nya. Bukan untuk tenggelam dalam penderitaan, tetapi untuk mengubahnya menjadi kasih yang setia. Dalam terang sabda-Nya, Yesus berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu” (Yoh 15:4). Manete in Me bukanlah sekadar ajakan untuk berdoa, melainkan undangan untuk tinggal dalam misteri kasih yang terluka. Tinggal dalam Dia berarti bersedia menjadi kantong kulit baru, hati yang siap diregangkan oleh anggur baru, yaitu kasih yang tidak sesuai dengan logika dunia. Seperti sabda-Nya, “Dan tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua…” (Mat 9:17),saya diundang untuk memperbarui cara berpikir, cara mencinta, dan cara melayani.
Sebagai suster muda, saya menyadari bahwa pelayanan bukanlah tentang menjadi kuat, melainkan tentang menjadi sedia, setia. Dalam dokumen Vita Consecrata, Paus Yohanes Paulus II menulis bahwa hidup bakti adalah “memorial hidup dari cara Yesus mencintai dan bertindak” (VC, no. 22). Maka, setiap hari dalam rutinitas harian, setiap perjuangan yang tidak terlihat, setiap kesabaran yang tidak tampak, setiap doa yang tersembunyi, dalam keheningan menjadi bentuk nyata dari passio Yesus kecil yang dihayati.
Yesus kecil adalah anggur baru yang mengubah luka menjadi kasih. Ia mengajari saya bahwa kesetiaan dalam hal kecil adalah bentuk cinta yang paling murni. Ia tidak datang dengan mahkota, melainkan dengan kesendirian yang penuh makna. Ia tidak mencari pujian, melainkan pelukan bunda( Maria) yang cukup untuk memulai karya penebusan.
Dan saya, sebagai kantong kulit baru, ingin berkata:
“Inilah aku, utuslah aku.”
Bukan karena saya kuat, tetapi karena saya tinggal dalam Dia.
Bukan karena saya sempurna, tetapi karena dalam keterbatasan diri dari berbagai segi saya percaya bahwa KasihNya yang luar biasa itu akan selalu menemani setiap langkah, asal saya senantiasa berpaut padaNya dalam situasi apapun.
Yesus Kecil,
Belum berdarah, belum disalib,
Namun luka-Nya sudah mulai merintih.
Ditolak dunia, diburu raja,
Ia mengungsi dalam pelukan bunda.
Nazaret sunyi, hidup tersembunyi,
Ia belajar taat dalam hari-hari sepi.
Bukan mahkota, bukan pujian,
Melainkan kesetiaan dalam kesendirian.
Yesus kecil, Engkau anggur baru,
Mengajariku mencintai tanpa rebut.
Jadikan aku kantong kulit baru,
Yang siap diregangkan oleh kasih-Mu.
Manete in Me tempat aku berserah diri.
Di sanalah aku tinggal, meski dalam luka.
Di sanalah aku belajar, mencintai dalam diam.
Di sanalah panggilanku menjadi nyata.
Bandulan, 26 Agustus 2025
Sr. Maria Fernanda PIJ